PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE

-[ RANTING PUCUK CABANG LAMONGAN ]-

Sabtu, 19 Mei 2012

Kaidah Abjadiyyah

Diposting oleh PT. Syafa Mulya Santosa

Kaidah Abjadiyyah Untuk mempelajari huruf hijaiyah tentu kita harus mengetahui terlebih dahulu huruf-hurufnya. Huruf hijaiyah terbagi menjadi 28 makhraj (pengucapan huruf). Jika selama ini kita mengenal susunan huruf Arab dari ALIF sampai YA (A-Ba-Ta-Tsa), itu adalah urutan huruf Arab yang disusun dan dikelompokkan menurut kemiripan bentuknya. Namun sebenarnya urutan huruf Arab yang sesungguhnya adalah dari ALIF sampai GHAIN (A-Ba-Ja-Dun atau disingkat ABJAD). Perhatikan susunan huruf hijaiyah dibawah ini. Dalam ilmu hikmah yang akan kita pelajari, tentu saja urutan huruf Hijaiyah yang dipakai adalah Susunan Abjad atau disebut juga dengan istilah Kaidah Abjadiyyah. Dimana dalam kaidah Abjadiyyah ini, setiap huruf memiliki nilai numerik (angka). Apa itu nilai numerik? Angka yang kita kenal sekarang yaitu angka 1, 2, 3 dan seterusnya sebenarnya dikenal belum lama oleh manusia. Sebelum ada angka-angka tersebut (1,2,3 dst) orang melakukan penghitungan berdasarkan simbol atau karakter yang merepresentasikan sebuah angka. Pada awalnya dijumpai angka-angka yang diucapkan dan angka-angka yang disimbolkan dengan jari tangan (diindikasikan oleh posisi tangan dan jari-jari). Bahkan sampai sekarang masih ada segolongan suku di Indonesia yang masih menggunakan metode ini, misalnya cara jual beli sapi di Madura. Selanjutnya untuk pencatatan secara permanen dan penghitungan diperlukan apa yang disebut sebagai “NUMERAL” yang merupakan sebuah simbol atau karakter yang digunakan untuk mewakili sebuah bilangan. Misalnya, dalam sistim Romawi angka “SATU” disimbolkan (ditulis) dengan huruf “I”. Angka “LIMA” disimbolkan “V”, Sepuluh=X, Limapuluh=L, Seratus=C, Limaratus=D, dan Seribu=M. Bila kita menemukan tulisan Romawi misalnya “MCMLXXV” itu maksudnya adalah angka “1975”. Jadi Nilai numerik adalah nilai yang melekat pada huruf-huruf atau simbol. Nilai numerik dari setiap huruf Arab dapat dilihat pada table di bawah. Jika kita memperhatikan sistem angka tersebut. Angka-angka itu adalah 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan 9. Maka kita perlu mengulang angka-angka itu lagi untuk menjadi 10 (puluhan), 100 (ratusan), 1000 (ribuan). Misalnya, untuk membuat angka 10, kita memilih 1 dan 0 dari deretan digit tunggal (0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9). Sehingga, angka 9 adalah angka digit tunggal terakhir. Sistem per-angka-an normal adalah tak terbatas. Kita seringkali menyebut angka ratusan, ribuan, jutaan, milyaran, dan seterusnya. Namun tidak terdapat “satu angka besar ” yang dapat disebut sebagai angka terakhir yang setelah itu tidak ada lagi angka lain. Dari sinilah angka 9 digunakan sebagai digit terakhir, tanpa ulangan. Kaidah Abjad dan nilai numerik ini dipergunakan untuk menghitung nilai suatu nama, Asma Allah dan ayat-ayat Al-Quran. Misalnya dalam bacaan wirid-wirid Asmaul Husnah kita sering menemui jumlah angka wiridnya. Contoh: Asma Allah “AL KHOBIR” dibaca “Yaa KHOBIR” sebanyak 812 kali. “AL LATHIIF” dibaca “Ya Lathiif” sebanyak 129 kali, Kalimat Basmalah dibaca 786 kali dan sebagainya. Angka-angka tersebut didapat dengan cara dihitung (hisab) dengan kaidah Abjadiyyah. Simak penjelasan berikut ini. Cara Menghitung (Hisab) Huruf Asma Al Husna dan Ayat-ayat Suci Misalnya: Asma AL KHOBIR : Kata Asma AL KHOBIR dipisahkan perhuruf, yaitu: alif – lam – kho – ba – ya – ro. Huruf alif dan lam pada AL tidak dihitung, jadi yang dihitung kata dasarnya (KHOBIR = KHO – BA – YA – RO). Dari tabel Nilai Numerik Huruf Arab (Abjad) didapatkan: kho nilainya = 600 ba nilainya = 2 ya nilainya = 10 ro nilainya = 200 + Jumlahnya = 812 Contoh 2 : Asma AL LATHIIF : Contoh Lain: Bismillahirrohmanirrohim : Inilah rahasia bacaan “Bismillahirrohmanirrohim“ secara masyhur dibaca 786 kali. Para ulama terdahulu menghitungnya berdasarkan Kaidah Abjadiyyah ini. Demikianlah salah satu kegunaan dari Ilmu Huruf Kaidah Abjadiyah ini, dan tentu saja dalam ilmu hikmah, kaidah ini masih banyak aplikasi pemakaiannya, misalnya sebagai dasar ilmu menulis wafaq (rajah). —oOo—

Rabu, 16 Mei 2012

SEORANG TOKOH PSHT YANG BANYAK DILUPAKAN

Diposting oleh PT. Syafa Mulya Santosa

Beliau adalah murid dari Ki Hadjar Hardjo Oetomo ( Pendiri PSHT ). R.M. Soetomo Mangkoedjojo adalah seorang Pendekar Tingkat III , R.M. Soetomo Mangkoedjojo disyahkan menjadi pendekar tingkat I pada tahun 1928. Berikut murid – murid Ki Hadjar Hardjo Oetomo yang disyahkan pada tahun 1928 adalah sebagai berikut :  Bapak Soetomo Mangkoedjojo ( Madiun )  Bapak Hardjosajano alias Hardjo Girin ( Kepatihan Madiun )  Bapak Moch Irsad ( Madiun )  Dewan pengesah : Ki Hadjar Hardjo Oetomo  Pelaksanaan Pengesahan : Di kediaman Ki Hadjar Hardjo Oetomo, Desa Pilangbango Madiun. Kemudian pada tahun 1936 R.M. Soetomo Mangkoedjojo mendirikan Persaudaraan Setia Hati Terate Cabang Ponorogo, dan pengesahan pertama dilakukan pada tahun 1938 yang mengesahkan sebanyak 4 orang. Pada tahun 1948 beberapa murid Ki Hadjar Harjo Oetomo antara lain Soetomo Mangkoedjojo, Darsono, Suprodjo, Hardjo Giring, Gunawan, Hadisubroto, Hardjo Wagiran, Letnan CPM Sunardi, Sumadji al. Atmadji, Badini, Irsad dan kawan – kawan mempunyai prakasa untuk mengadakan konfrensi di tempat kediaman Ki Hadjar Harjo Oetomo . Tujuan diadakan konfrensi tersebut adalah untuk merubah / mengganti sifat Perguruan menjadi Organisasi Setia Hati Terate yang mempunyai Anggaran dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Setelah Organisasi Persaudaraan Setia Hati Terate dikukuhkan menjadi suatu organisasi maka di pilihlah R.M. Soetomo Mangkoedjojo sebagai ketua dan Bapak Darsono sebagai wakil ketua. Kemudian pada tahun 1953 karena pekerjan beliau dipindah tugaskan ke Surabaya selanjutnya Ketua Persaudaraan Setia Hati Terate diserah terimakan kepada bapak Irsad. Pada tahun 1958 R.M. Soetomo Mangkoedjojo mengesahkan Sdr. R.M Imam Kussupangat, Sdr. Kuswanto. BA dan Sdr. Harsanto. SH menjadi warga tingkat I, pengesahan dilakukan di Oro – Oro Ombo Madiun di rumah Bapak Santoso. Pada tahun 1963 R.M. Soetomo Mangkoedjojo melatih langsung Sdr. R.M Imam Kussupangat tingkat II. Dan pada tahun 1964 Sdr. R.M Imam Kussupangat disyahkan menjadi warga tingkat II, pengesahan dilaksanakan di Jl. Diponegoro 45 Madiun oleh R.M. Soetomo Mangkoedjojo sebagai Dewan Pengesah. Pada tahun 1966 Sdr. R.M Imam Kussupangat mulai menjalani latihan tingkat III karena dianggap berhak untuk menerima ilmu Setia Hati tingkat III oleh R.M. Soetomo Mangkoedjojo. Dimana ilmu tersebut berdasarkan “Wahyu” dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Semenjak itu Sdr. R.M Imam Kussupangat dimulai latihan tingkat III dilatih dan disyahkan oleh R.M. Soetomo Mangkoedjojo ( sebagai Ketua Dewan Pusat dan Dewan Pengesah ). Maka dari itu Sdr. R.M Imam Kussupangat tidak lepas sedikitpun peranan dan bimbingan dari R.M. Soetomo Mangkoedjojo sebagai pelatih atau disebut sebagai guru dalam pendidikan tingkat II maupun tingkat III Tahun 1974 diselenggarakan Musyawarah Besar ( MUBES ) I Persaudaraan Setia Hati Terate dengan kesepakatan mengangkat R.M. Soetomo Mangkoedjojo sebagai Ketua Dewan Pusat Persaudaraan Setia Hati Terate dan R.M. Imam Kussupangat sebagai Ketua Umum Pusat. Pada tanggal 14 Desember 1975 R.M. Soetomo Mangkoedjojo wafat dan dimakamkan di Makam Cangkring Madiun. Berikut adalah kedudukan yang pernah dipegang oleh R.M. Soetomo Mangkoedjojo dalam organisasi Persaudaraan Setia Hati Terate  Tahun 1948 adalah Ketua Umum Pusat yang pertama Persaudaraan Setia Hati Terate ( dari " perguruan “ menjadi “ organisasi “ )  Tahun 1956 Ketua Umum Pusat Persaudaraan Setia Hati Terate,  Tahun 1964 Ketua Umum Pusat Persaudaraan Setia Hati Terate  Tahun 1974 Ketua Dewan Pusat Persaudaraan Setia Hati Terate Demikian sedikit perjalanan hidup tentang R.M. Soetomo Mangkoedjojo, mudah – mudahan dengan sedikit catatan ini bisa membantu untuk tambahnya pengertian dan pengetahuan kita semua agar wawasan sejarah berdirinya Persaudaraan Setia Hati Terate sampai dengan perkembangannya dapat kita ikuti dan ketahui bersama secara tepat dan benar. Nb : Di kutip dari buku “ Sejarah Singkat dan Perkembangannya PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE “ disusun oleh  BAMBANG TUNGGUL WULUNG JUDHYASMARA  NIW. 630100002  PUTRA KANDUNG R.M. SOETOMO MANGKOEDJOJO  PEMBIMBING & PEMBINA PADEPOKAN “WESI AJI” ( WEDAR SILAT AMONG JIWO ) PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE SEMARANG

SEJARAH PSHT

Diposting oleh PT. Syafa Mulya Santosa

I. Sejarah Berdirinya PSHT Persaudaraan Setia Hati Terate didirikan oleh Ki Hajar Hardjo Oetomo alias Judodihardjo. Beliau lahir pada tahun 1890 di Desa Pilangbango Kodya Madiun, beliau adalah salah satu murid dari Ki Ngabehi Soerodiwiryo yang merupakan salah satu warga Persaudaraan Setia Hati ( SH ). Pada tahun 1905 Ki Hajar Hardjo Oetomo lulus sekolah Kls.II/HIS (SD) kemudian magang di SD Beteng Madiun. Kemudian keluar dan pindah menjadi pegawai kereta api (ss) sebagai Leering Reambte di Bondowoso ,Penarukan dan Tapen. Pada tahun 1906 menjadi mantra pasar Spoor Madiun. Empat bulan kemudian ditempatkan di Desa Mlilir, Dolopo, Uteran dan Pagotan Madiun Sekitar Tahun 1916 beliau bekerja di Pabrik Gula Rejo Agung Madiun tapi tidak lama bekerja beliau juga keluar. Kemudian pada tahun 1917 beliau bekerja sebagai pegawai rumah Pengadilan Madiun.Pada tahun ini pula beliau di terima bekerja di Stasiun Kereta Api Madiun sebagai pekerja harian. Dengan semangat dan jiwa patrionalisme dan nasionalisme beliau mendirikan perkumpulan Harta Jaya yang tujuan utamanya adalah memberantas rentenir yang dilakukan oleh antek – antek penjajah. Bersamaan dengan itu pula lahirlah VSTP (persatuan Pegawai Kereta Api ) dan Ki Hajar diangkat sebagai Hoofd Komisaris Belanda Madiun. Pada tahun ini pula beliau belajar Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati kepada Ki Ngabehi Soerodiwiryo. Pada tahun 1922 Ki Hajar Hardjo Oetomo masuk Serikat Islam ( SI ) dan ditunjuk sebagai pengurus Selanjutnya SI di jadikan sebagai wadah perjuangan untuk mengusir penjajah dari persada nusantara untuk mencapai Indonesia Merdeka Oleh karena itu Persaudaraan Setia Hati menurut pandangan dan tujuan Ki Harjar Hardjo Oetomo adalah : Untuk menggalang persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia Setia Hati khususnya Pencak Silat dapat dipergunakan sebagai alat perjuangan mencapai kemerdekaan Indonesia. Namun hal itu menurut Ki Ngabehi Soerodiwiryo, bahwasanya Persaudaraan Setia Hati bukan merupakan wadah atau alat perjuangan bangsa melainkan Setia Hati adalah perkumpulan Pencak Silat, yang mana anggotanya kebanyakan terdiri dari orang – orang pribumi kaum ningrat atau bangsawan dan bahkan pada saat itu Bangsa Belanda yang merupakan pekerja kereta api. Sehingga dengan diterimanya orang – orang pekerja kereta api Bangsa Belanda untuk ikut belajar Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati, menjadi awal pertentangan antara Ki Hajar Hardjo Oetomo dengan Ki Ngabehi Soerodiwiryo. Ki Ngabehi adalah: Bahwa ilmu Setia Hati tidak membedakan Suku, Agama maupun Ras. Ki Hajar Harjdo Oetomo adalah : Bahwa dengan masuknya / diterimanya Bangsa Belanda untuk belajar di Setia Hati merupakan hal yang sangat riskan / berisiko tingga karena dapat menjadi musuh dalam selimut, menurut beliau hal ini merupakan suatu hal yang sangat prinsip bagi perjuangan bangsa karena Pencak Silat Setia Hati khususnya merupakan salah satu alat perjuangan mencapai kemerdekaan Bangsa Indonesia. Seiring dengan hal itu ki Hajar Hardjo Oetomo sempat mengambil keputusan terakhir, dimana satu – satunya jalan adalah mengundurkan diri dari Persaudaraan Setia Hati. Kemudian beliau dengan berat hati mengajukan / ijin restu untuk mendirikan perkumpulan Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Muda ( SHM ) namun permohonan tersebut oleh Ki Ngabehi Soerodiwiryo tidak dijawab sepatah katapun. Walaupun tidak ada jawaban dari Ki Ngabehi Soerodiwiryo , Ki Hajar Hardjo Oetomo tetap dengan pendiriannya yaitu mendirikan Perkumpulan Pencak Silat Persaudaraan SH Muda di Desa Pilangbango Madiun Dikarenakan adanya latihan di Pilangbango Madiun oleh Ki Hajar Harjdo Oetomo akhirnya SHM dicap SH Merah ( Komunis ) oleh Ki Ngabehi Soerodiwiryo. Karena merasa dipolitisir sedemikian rupa dan untuk menghindari hal – hal yang tidak diinginkan maka nama PSHM dirubah menjadi PSC ( Pencak Silat Club ) Namun umur PSC tidak panjang karena dibubarkan oleh Belanda karana dianggap membahayakan mengingat ditempat tersebut banyak pemuda – pemuda Indonesia digembleng dan dilatih pencak silat, dan dikwatirkan hal tersebut akan digunakan untuk melakukan tero – terror atau pemberontakan terhadap Belanda. Dengan dibubarkan PSC oleh Belanda tidak menjadikan semangat perjuangan Ki Hajar Hardjo Oetomo surut. Dengan siasat politik gerilyanya, Pencak Silat Club diganti namanya Pemuda Sport Club. Hal tersebut merupakan suatu bagian srtategi politik perjuangan dengan semata – mata untuk mengelabuhi Belanda. Pada Tahun 1922 adalah merupakan tolak ukur atau pokok awal berdirinya Persaudaraan Setia Hati Terate. II. Setia Hati dan SH Terate Sebenarnya hal ini sudah kami bahas dib log ini dengan judul RENUNGAN, tapi tidak ada salahnya jika kami mengutipnya lagi : Kita sebagai warga / orang PSHT harus mengakui bahwa SH yang didirikan oleh Ki Ageng Surowiryo adalah embrio dari PSHT. Sedangkan Persaudaraan Setia Hati Terate ( PSHT ) itu sendiri telah berdiri pada tahun 1922 di Desa Pilangbango Madiun oleh Ki Hadjar Hardjo Oetomo alias Judodiharjo, dan ajaran / ilmu yang ada di PSHT pun pasti berbeda dengan SH yang didirikan oleh Ki Ageng Surowiryo, Sehingga jika sampai saat ini masih ada warga PSHT yang masih berkiblat pada SH / Lebih bangga dengan SH tidak pada PSHT, sepertinya kadar kesetiaan pada Organisasi PSHT perlu untuk dipertanyakan. Apakah kita akan lebih bangga dengan orang tua yang bukan kandung dibandingkan dengan orang tua kandung kita sendiri ( PSHT ) ??. Sekarang marilah kita tanyakan pada hati nurani yang paling dalam, sebenarnya kita warga SETIA HATI atau warga Persaudaraan Setia Hati Terate ( PSHT ) ?? Semoga sedikit tulisan ini dapat menjadi bahan renungan untuk kita semua, Warga Persaudaran Setia Hati Terate. Semoga kutipan artikel diatas dapat membedakan antara SH tanpa embel – embel dengan SH Terate. Karena sudah dapat di pastikan sejarah dan perkembangan Persaudaraan Setia Hati dan Persaudaraan Setia Hati Terate berbeda seiring berjalannya waktu. III. SH Winongo Untuk bahasan ini kami mohon maaf sebesar – besarnya karena untuk bahasan ini bukan wewenang kami dan bukan dalam koridor Persaudaraan Setia Hati Terate V. Arogansi dan TawuranArogansi dan tawuran sangat tidak obyektif jika hanya ditujukan kepada warga PSHT saja karena hal ini sangat mungkin terjadi di Perguruan apapun dan dimanapun karena dalam PSHT tidak diajarkan hal tersebut, jika PSHT divonis seperti itu alangkah piciknya, karena hanya melihat dari sisi negatifnya tanpa melihat sisi positifnya. Kalo kita tidak menutup mata pasti ada arogansi dan tawuran di setiap perguruan / organisasi beladiri manapun, hal ini terjadi dikarenakan kurangnya individu dalam memahami / mendalami ajaran yang ada, hal ini juga bisa disebabkan oleh kadar kualitas setiap individu. Karena kadar kualitas tiap individu berbeda sehingga dalam memahami, meresapi serta mengamalkan ajaran selama berlatih di perguruan / organisasi beladiri pasti juga akan berbeda. Jadi alangkah bijaknya jika dalam menanggapi segala sesuatu tidak hanya dilihat dari salah satu sudut pandang sehingga akan berakibat subjektif dalam menyimpulkan suatu masalah.

LAMBANG PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE SEBELUM DIRUBAH

Diposting oleh PT. Syafa Mulya Santosa

Lambang Persaudaraan Setia Hati Terate sebelum dirubah mejadi seperti yang kita kenal sekarang ini mempunyai makna sebagi berikut :

Bentuk tetap segi empat.
1. Garis tegak lurus di sebalah kiri dan kanan mengapit jantung hati bersinar, hal ini melambangkan bahwa warga Persaudaraan Setia Hati Terate diharapkan dalam tindak tanduknya selalu baik, jujur, benar dan adil sesuai hati nurani, jika benar adalah benar adanya dan salah adalah salah dimana hal itu apabila dalam perbuatan akan melahirkan/memancarkan suatu kebaikan yang tulus iklas dima roh suci bertahta serta untuk tidak menjadikan para warga Persaudaraan Setia Hati Terte dikatakan ” munafik ”.

2. Bunga Terate tidak digambarkan melainkan hanya ” tulisan ”.

3. Trisula dan Rambik diatas kalimat ” Persaudaraan ” , hal ini dikarekan pada saat itu Persaudaraan Setia Hati Terate yang diutamakan adalah ajaran pencak silat saja dan baru di bawahnya ditulis kalimat ” Persaudaraan ” yang melambangkan bahwa pada waktu itu situasi dan kondisi tidak memungkinkan, dan pencak silat merupakan alat atau saranautama untuk mengusir penjajah dengan tidak meninggalkan rasa persaudaraan, persatuan dan kesatuan bangsa untuk mendapatkan / merealisasikan suatu negara yang merdeka dan berdaulat lepas dari segala penjajahan dan penindasan di segala bidang.

Dikutip dari buku :
PERSAUDARAN SETIA HATI TERATE YANG KUCINTAI
Disusun oleh :
+ Alm. BB. Tunggul Wulung Judhyasmara
+ NIW. 630100002 ( Tk. II )
+ Putra Kandung RM. Soetomo Mangkoedjojo
+ Pendiri, Penasehat, Pembimbing Padepokan Wesi Aji ( Wedar Silat Among Jiwo ) PSHT Semarang.